Uwa dan Ibu.

Uwa.

 Saya mulai tinggal di rumah Uwa mulai usia dua tahun tujuh bulan. Semenjak itu saya tidak serumah lagi dengan Ibu ,Bapak dan Kakak.
Sejak kecil mempunyai kamar sendiri dengan tempat tidur besi yang kecil dan lemari kayu yang lucu.
Anteng bermain sendiri di rumah dan kadang - kadang bermain dengan sepupu. Tidak pernah jajan keluar karena makanan sudah tersedia di rumah.

Umur enam tahun masuk sekolah Sekolah Rakyat atau 
disingkat SR. Daftar sekolah bersama Uwa ke rumah Kepala Sekolah bernama Pak Lily. Pada saat itu kalau mau masuk SR  diukur dengan tangan yang melingkar kepala, kalau tangan sudah menyentuh telinga maka sudah waktunya sekolah. 
Letak sekolah tidak jauh dari rumah, hanya harus menyebrang jalan raya. Kenangan yang tidak terlupakan waktu saya masih SR kalau siang hari Uwa tiduran di bale di ruang kerja dan saya memijit kaki Uwak atau membacakan berita dari koran Pikiran Rakyat  atau  cerita dongeng Sunda dari majalah Mangle.

Kemana pun Uwa pergi pasti saya mengekor, sering juga belanja ke pasar tradisional atau ke toko kelontong. Kalau liburan pergi ke tempat wisata atau ke Bandung ke rumah Uwa kakaknya Bapak.

Berumur sembilan tahun diberi tugas menyapu ruang tamu dan ruang keluarga. Disanalah diletakan mesin jahit.
Uwa selalu menjahit baju kebaya sendiri setiap mau pergi kondangan atau pun lebaran. Maka setiap tidak ada  orang di ruangan saya membuka mesin jahit dan mulai menggenjot mesin jahit, karena kalau ketahuan pasti dimarahin mainan mesin jahit.. Mula - mula maju mundur cantik dan lama  - kelamaan bisa  lancar sendiri. Itu awal mula ketertarikan dengan menjahit.

Sesudah ketahuan bisa menjahit, Uwak yang memotong dan saya yang menjahit, waktu itu belum ada mesin obras tetapi dijahit setik balik. Kelas empat saya mulai nyoba motong sendiri tentu saja dari menjiplak baju yang sudah jelek. Karena suka membantu Uwak menjahit akhirnya bisa juga memasang tangan.

Selain menjahit Uwak juga setiap mau Lebaran pasti bikin kue kering sendiri.Tentu saja saya selalu membantu mengocok adonan dan memulas kue dengan kuning telor. Pada saat itu belum ada mixer listrik, tetapi dikocok dengan kocokan telur manual. Setiap tahun pasti selalu membuat kue keju, kue nastar, kue lidah kucing, kacang bawang dan belakangan ditambah dengan kue kolontong paris. Tape ketan hitam atau ketan putih tidak pernah ketinggalan dan kadang - kadang bikin rangginang ketan dan keripik kentang.
Menu Lebaran seingat saya tidak pernah berubah sepanjang masa. Lontong, gule ayam kampung,sambal goreng ati, sambal goreng mustafa, pepes ikan mas, pindang gurame, peyek kacang. 

Pada hari Lebaran sesudah sholat Ied semua famili berkumpul di rumah Uwa. Kemudian pergi ke makam keluarga untuk berziarah dengan beriringan naik  delman.
Pulang dari makam selalu berkumpul untuk makan bersama. Dan tidak pernah lupa setiap pulang ziarah Uwak selalu membeli urap kulit yang lezat yang hanya di jual cuma saat Lebaran saja.
Selama Lebaran selalu banyak tamu yang datang dan saya setiap Lebaran bertugas menyajikan minuman untuk tamu dan mencuci cangkir - cangkir kotor. Itulah tugas saya sepanjang Lebaran.

Masa Lebaran adalah masa yang paling membahagiakan sekali. Mulai dari celana dalam sampai dompet semua baru tak terkecuali sapu tangan pun baru. Jaman dulu dibelikan baju baru dan sepatu baru itu pada saat lebaran dan saat samen atau kenaikan kelas. Jadi kalau lebaran itu baju baru itu empat atau lima buah. Sebelum Lebaran banyak mengirim makanan kepada kerabat, pulangnya pasti diberi uang. Makanya kalau Lebaran itu banyak mempunyai uang, makanya suka membeli dompet atau tas kecil yang  baru..

Bagaimana pesta kami beserta sepupu menghabiskan uang selama Lebaran :
- menonton bioskop di 5 bioskop yang ada di kota kami
- makan - makan di Pasar Ceplak mungkin kalau sekarang itu  
  food court 
- minum es krim di rumah makan khusus es krim 
Masa - masa ini kami lakukan sampai lulus SMP. Lulus SMP saya pindah sekolah di Bandung, pertengahan September 1965.

Uwa juga sangat pandai memasak, saya selalu senang 
membantunya dengan cara memotong bahan - bahan atau mengulek bumbu dan baru tersadar sesudah saya berumah tangga itulah cara Uwa mengajarkan memasak.
Mengenai bumbu dasar saya sudah mengenalnya sejak SR sekitar tahun lima puhan karena Uwa selalu membuat bumbu beureum ( bumbu merah ) , bumbu gule ( bumbu orange) dan bumbu ayam ( bumbu kuning ) dalam jumlah cukup banyak untuk stock.

Ternyata pendidikan di masa kecil di rumah itu sangat mempengaruhi  kehidupan di masa yang akan datang setelah kita dewasa. Begitu juga model cara belanja bulanan saya membeli stock sebulan untuk bahan - bahan pokok, terbawa cara Uwa belanja.

Sudah empat puluh tahun lebih  Uwa meningggal dan kenangan demi kenangan masih melekat dengan erat sekali di memori. Kakak sepupu pun sudah tiada begitu pun semua propertinya sudah berpindah tangan ke orang lain, tidak lama sesudah Uwa meninggal. Tiada ada yang abadi, apa pun hanya Allah yang berkehendak dan menentukan.


Kalau pulang ke kampung halaman hanya bisa berziarah ke makan Uwa, Ibu dan Bapak beserta keluarga yang telah berpulang. Rumah masa kecil penuh kenangan masih kokoh berdiri meninggalkan kenangan indah, meskipun sudah pindah kepemilikan.

Ibu.
Setiap anak pasti selalu merindukan Ibu sebagai sandaran.
Ada penyesalan di dalam diri ini tidak banyak memori tentang Ibu. Seandainya hidup ini bisa diulang ingin mengulang kembali masa kecil bersama Ibu. Kadang bertanya akan jadi apakah seandainya saya dari kecil bersama Ibu. Ternyata seorang anak akan selalu mengingat siapa orang yang mendampingi sewaktu masih kecil.


Ibu juga sangat pandai menjahit dan menyulam juga membuat kue - kue dan membuat bunga dari kertas craft dan kain. Ibu keluaran Sekolah Putri pada zamannya mungkin kalau sekarang SMKK.
Ibu suka membuat sarung bantal kursi yang disulam tangan untuk dijual. Sayang pada saat itu saya tidak serumah dengan Ibu, mungkin kalau berada dibawah pengasuhan Ibu akan lebih mahir dalam jahit menjahit.

Sesudah Uwa tiada saya sesekali menginap di rumah Ibu, tetapi tetap tidak sedekat dengan Uwa yang sedari  kecil selalu bersama. Dan Ibu Bapak pun sekarang sudah lama tiada. Penyesalan sudah terlambat tidak dapat berbakti kepada kedua orang tua.



Komentar

Postingan Populer